Minggu, 08 November 2015

Aku dan Sebuah Cerita

Dengan butiran yang entah sudah berapa lama aku jatuhkan untuknya dulu. Ya, kisah itu memang sudah lima tahun yang lalu. Tapi, rasa kecewa dan pedih yang masih membekas membuatku enggan untuk serius menjalani perihal percintaan. Aku iri, aku cemburu. Dia begitu bahagia dengan dirinya, bahkan aku sempat menyesal mengapa harus ku putuskan dia ? mengapa aku tidak bertahan ketika dia sudah jelas mengkhianatiku ? apa keinginanku salah ?
Terkadang aku menertawai diriku sendiri. Hubunganku selalu tidak lama dengan seseorang, aku benci itu. Aku terlalu takut untuk menjalani semuanya dengan keseriusan. Terlalu takut hingga aku memutuskan untuk bermain-main, walau pun aku tahu suatu saat api akan membakarku.
Namun, mengapa ketika aku mulai percaya, ketika aku mulai mengambil langkah untuk kembali dan menatap masa depan. Aku dipermainkan kembali. Miris memang . Aku berpikir, apa salahku ?
Sungguh, aku tidak butuh rasa kasihan dari siapa pun. Termasuk dia.

Aku yang hingga saat ini masih berharap ada yang menggantikan posisinya dihati yang seperti taman wisata ini sudah terlalu lelah mungkin. 
Dulu, keputusanku untuk mengalihkan semuanya pada pendidikan dan akademis, organisasi, bermain puas dengan teman-temanku tidak mengubahnya. Tidak mengubah perasaan kecewa ini.
Aku tidak mau memunafikan diriku, akan pengganti dirinya.

Terlalu banyak sudah yang singgah dan pergi. Hingga aku pun berani mencampakkan hati seseorang yang tidak aku cintai.
Terlalu berlebihan kah aku ? terlalu dramatis kah aku ?
Sungguh aku tidak peduli dengan apa yang kau ucap, karena seperti inilah keadaan hatiku. Seperti inilah aku yang sebenarnya.

Mereka yang disekelilingku berpikiran bahwa aku polos. Tidak !
Sejujurnya, mereka sudah salah besar.
Aku menyimpan luka dan rasa kecewa, penyesalan dan hati yang tentunya tak tahu harus kuapakan.

Sempat aku memutuskan untuk menghubunginya kembali dan mengatakan "tak mengapa kau miliki dia sekarang, aku masih menyayangimu, tak mengapa aku menjadi yang kedua sekarang meskipun aku pernah berada di posisi pertama dalam hatimu"

Tapi, semua itu tidak kulakukan. Aku terlalu malu, takut, dan menjunjung tinggi statusku sebagai perempuan.
yaa benar, cinta itu memang buta. Itulah mengapa cinta tak menggunakan mata untuk mengasihi.
Dirinya yang saat ini masih menjalin dengan perempuan itu.
ya, perempuan yang dulu menghancurkan kami, yang menjadi pihak ketiga diantara kami, yang sok menasehatiku seakan dia yang lebih tahu segalanya tentang kekasihku dulu.
Maaf, maaf jika aku penuh dengan kebencian. 

Sungguh, aku benar-benar tidak peduli dengan hatiku sekarang. Aku tidak peduli pada siapa aku berlabuh dan bagaimana hati ini akan terawat, aku sudah tidak peduli.
Biarkan saja, semuanya sudah tumpul dan kujalani apa yang sedang kujalani saat ini.

Dalam tulisan ini, yang tak kupedulikan akan diksi dan tata bahasa yang sesuai. Aku tuangkan hatiku dalam lima tahun ini. Dimana aku menjadi pemain yang tidak handal, terkadang aku terjebak dengan permainanku sendiri. Tidak mudah dalam menghilangkan luka dan kecewa selama bertahun-tahun lamanya.

Karya Ririn 

Serang, 9 November 2015

Sabtu, 07 November 2015

Nama dalam Rahasia

Kutuangkan kisah diantara kegelapan.
Angin pun menyeringai dari bilik jendela.
Kupendarkan pandanganku
Mencari-cari tiada berarti.

Kucaci jiwa yang tak penuh arti.
Siap menghujam tanpa mati .
Andai aku tahu, memilikimu adalah kekosongan langit yang tak pernah usai.
Andai aku tahu, memelukmu hanya sepersekian detik dari 24 jam yang ada.

Maaf, aku datang tanpa notifikasi.Sudah lama aku berhipotesis "ini tak mengapa, sungguh tidak mengapa" . Namun, hipotesis tidak selalu berbanding lurus dengan realita yang ada.

Aku sungguh tidak mengerti.
Bahkan, para ahli teori semiotika pun membisu, bungkam tanpa analisa yang mampu kupahami.

Aku tak tahu berapa interval waktu untuk bertahan. Hanya saja, aku tidak mau berhenti pada interpretasi yang tak pasti.

Ku kisahkan dirimu pada puisi.
Merajut setiap huruf pada kalimat yang ada.
Kutuliskan namamu dalam rahasia.
Yang akan kau baca atau pun kau dengarkan dengan lantunan irama dan bait yang saling menyahut.

Terimakasih telah mengizinkanku hadir dalam celah hidupmu.
Diantara senyum dan tangis yang membaur kau teteskan rindu diatas simulasi cinta yang tak terealisasi.

Selasa, 03 November 2015

Wings To Fly

Bagaimana menurutmu, jika pernikahan menjadi sebuah penyelesaiian sebuah masalah ?
Bimbang, dilema, dan hati yang tak menentu.
Mayoritas orang berpikir, bahwa menikah bisa menghambat pendidikan.
Tapi tidak dengan keadaanku.
Aku yang seperti burung dalam sangkar, ingin sekali terbang bebas.
Banyak hal yang harus kulakukan untuk tingkat pendidikanku.
Sungguh, hampir saja aku menyerah dan tak peduli seperti apa aku nanti dan bagaimana keadaanku.
Aku hampir sudah menyerah dengan keterbatasanku akan dunia.
Memiliki tanggung jawab yang besar sebagai kakak pertama, membuatku harus berpikir keras bahwa aku harus bisa mengejar pendidikan ku setinggi mungkin, disisi lain harus merawat dan menjaga adik-adikku.

Aku harus berbuat apa?
Pendidikan tinggi adalah ambisi ku.
Kuliah keluar negeri adalah tujuanku setelah lulus S1 ini, lalu mengapa aku dibatasi ?
Mengapa aku tidak dipercaya ?
Biarkan aku terbang dan akanku taklukan dunia dengan genggamanku, please let me fly .

Bukan berarti aku ingin berpisah. Hanya saja, biarkan aku mengejar impianku.
Dengan sayap ini aku mampu terbang kemanapun aku mau.
Dengan mata ini, aku bisa melihat betapa luasnya dunia.

Percayalah .
Aku tidak akan mengecewakan kalian.
Tak terasa air mata ini tertahan.
Aku takut untuk menangis.
Aku terlalu takut untuk mengetahui bahwa aku hampir menyerah.

Menikah, ya mungkin dengan satu kata itu aku bisa terbang.
Aku berpikir, pasangan hidup yang mengerti dan mendukungku disegala hal.
Aku hanya ingin satu kata itu.

Lepaskan lah ikatan pada sayap ini.
Akan ku raih pengetahuan kelak ku bebas nanti.
Aku bukanlah burung kecil lagi.
Yang selalu diam dalam sangkar.

Bertumbuh dewasa, berbedalah dengan dulu. Jiwa ini ingin melangkah. Mengarungi apa pun yang bisa memperluas wawasanku.
Suatu saat, aku harus benar-benar pergi. Tapi jiwa dan ragaku, tetap akan disini.

Minggu, 01 November 2015

Who am i ? Who you are ?

Terkadang, seseorang bertingkah laku untuk diakui. Untuk dipandang, agar orang disekelilingnya menilai bahwa ia pintar.
Yap, tentunya setiap orang seperti itu bukan ?, ingin mendapatkan banyak teman.
Aku yakin tak ada satu pun orang yang menginginkan citra dirinya buruk dimata orang lain. Tidak sama sekali. Atau bahkan ia tidak peduli dengan "apa kata orang", namun sebagaimana pun tidak pedulinya seseorang terhadap penilaian orang lain pasti ia memiliki sisi lain yang tidak diketahui secara umum.

Aku tidak menyalahkan siapapun disini. Karena aku yakin, setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda, mengenai sikap, kebiasaan, dan tingkah laku.

Aku, seorang perempuan berusia 20 tahun. Tentunya sebelum menginjak umur ini, apa yang orang sebut dengan "labil" masih sering menghantuiku.
Yap, dua semester yang lalu, tepatnya saat semester tiga. Aku benar-benar labil.
Tidak tahu harus berpijak kemana. Semua aku jadikan kiblat.

Setelah melalui masa instropeksi diri, i'm totaly different. Setiap orang memandangku dari ujung kepala hingga kaki. Ya, tentunya. Gaya berpakaianku yang berubah total, membuat teman-temanku terkadang sulit mengenaliku.
Ahh, tidak hanya itu.

Pencitraan yang baik, seakan setiap orang yang memandangku percaya bahwa aku pintar, realitanya aku tidak bisa.
Sikapku yang terlalu apa adanya mungkin akan membuat orang berpikiran "how stupid i am" .

Kita tidak mesti menjadi orang lain untuk sebuah pengakuan. Cukup menjadi dirimu sendiri, kamu sudah istimewa. Karena kamu bukanlah mereka atau pun dia.

Your Stories, Your Sorrow and Your Happiness

Terkadang, seseorang bertingkah laku untuk diakui. Untuk dipandang, agar orang disekelilingnya menilai bahwa ia pintar.
Yap, tentunya setiap orang seperti itu bukan ?, ingin mendapatkan banyak teman.
Aku yakin tak ada satu pun orang yang menginginkan citra dirinya buruk dimata orang lain. Tidak sama sekali. Atau bahkan ia tidak peduli dengan "apa kata orang", namun sebagaimana pun tidak pedulinya seseorang terhadap penilaian orang lain pasti ia memiliki sisi lain yang tidak diketahui secara umum.

Aku tidak menyalahkan siapapun disini. Karena aku yakin, setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda, mengenai sikap, kebiasaan, dan tingkah laku.

Aku, seorang perempuan berusia 20 tahun. Tentunya sebelum menginjak umur ini, apa yang orang sebut dengan "labil" masih sering menghantuiku.
Yap, dua semester yang lalu, tepatnya saat semester tiga. Aku benar-benar labil.
Tidak tahu harus berpijak kemana. Semua aku jadikan kiblat.

Setelah melalui masa instropeksi diri, i'm totaly different. Setiap orang memandangku dari ujung kepala hingga kaki. Ya, tentunya. Gaya berpakaianku yang berubah total, membuat teman-temanku terkadang sulit mengenaliku.
Ahh, tidak hanya itu.

Dulu, aku seseorang yang selalu berlagak pintar, jaim, dan teman-temanku menganggapku muslimah.
Yap, I'm moslemah because I'm women.
But, setiap orang memiliki jalannya masing-masing.
Setiap orang memiliki alasan mengapa iya mengambil jalan yang berbeda. Terkadang ada air mata yang tidak diketahui dan ada senyum yang dipalsukan.

So, just be the way you are.
Make your own way as long as the right rules.

By Ririn